Mandostar - Setelah “The Harder They Fall”, kini ada “The Power of the Dog” yang tak kalah antisipatif untuk ditonton sebagai film bergenre wester drama. Menjadi salah satu yang terbaik dalam TIFF 2021, film ini dibintangi oleh Benedict Cumberbatch sebagai Phil, seorang “alpha” dalam kelompok cowboy di peternakan milik saudaranya, George (Jesse Plemons).
Ketika George menikahi seorang janda dengan anak laki-laki yang flamboyan, Phil langsung memperlihatkan penolakan dan intimidasi. Hingga akhirnya interaksi antara Phil dan keponakan barunya, Peter (Kodi Smit-McPhee), mengubah keadaan di peternakan tersebut.
“The Power of the Dog” memang tidak agresif seperti stereotip film western pada umumnya, namun menyajikan hal baru untuk kita yang menyukai genre thriller.
Meski naskah berlatar di Montana pada 1925, film ini sebetulnya melakukan proses syuting di New Zealand dengan landscape alamnya yang menawan. Fakta tersebut tak mengurangi vibe film ini sebagai film western dengan cita rasa klasik Amerika.
Slow Burn Drama yang Sangat Mengandalkan Narasi Visual dan Dialog
Jika ingin mendapatkan pengalaman sinematik dan cerita yang maksimal, memperhatikan setiap adegan dan dialog dalam “The Power of the Dog” adalah kuncinya. Bagi kita yang menyukai film action western, film ini bisa jadi membosankan. Karena butuh pemahaman apa yang sebenarnya terjadi dalam keseluruhan alur cerita untuk mengapresiasi naskahnya.
Mengetahui bahwa Jane Campion memenangkan Silver Lion dalam kategori Best Director di Venice untuk film ini, semuanya akan terasa masuk akal ketika kita bisa menangkap keseluruhan cerita yang sangat mengandalkan narasi visual.
Sayang sekali kita tidak bisa melihat film ini di bioskop lokal untuk sekarang. Sinematografi yang menonjolkan pesona perbukitan di New Zealand memberikan keindahan sinematik yang dijamin menggugah penontonnya jika ditonton di layar lebar.
Hanya ada satu bagian yang disertai narasi, yaitu bagian pembuka oleh Peter yang menyatakan bahwa Ia menyayangi ibunya, dan rela melakukan apapun untuk membuatnya bahagia. Jangan sampai terlewatkan, prolog singkat tersebut akan memberikan kesan yang sangat besar pada adegan terakhir. Tidak ada satu pun adegan dalam film ini yang sia-sia atau sekadar memakan durasi, semuanya saling berkaitan sebagai materi yang memberikan ledakan sunyi pada babak terakhir film.
Tentang Toxic Masculinity, Kasih Sayang Anak, dan Balas Dendam
Ada beberapa topik menarik yang mendukung naskah “The Power of the Dog”. Salah satu yang paling menarik adalah toxic masculinity pada karakter Phil, menyebut Peter sebagai ‘bocah setengah matang’, hanya karena memiliki penampilan rapi dan tidak unggul dalam kegiatan fisik. Peter lebih suka menghabiskan waktu di kamar dengan belajar, karena Ia bercita-cita untuk menjadi dokter bedah.
Benedict Cumberbatch dikabarkan mengaplikasikan method acting sebagai Phil dalam film ini. Ia bahkan menolak untuk bicara dengan Kirsten Dunst (sebagai Rose Gordon) selama syuting, bahkan saat istirahat, karena Ia ingin mendalami emosi dan kebencian yang Ia miliki pada karakter tersebut. Hasilnya, kita bisa merasakan ketakutan dan rasa intimidasi yang bikin frustasi pada karakter Rose.
Sebaliknya, Benedict dan Kodi Smit-McPhee memiliki chemistry yang tepat untuk perkembangan cerita. Keduanya memerankan karakter dengan definisi ‘kejantanan’ dan ‘kekuatan’ dalam spektrum yang berbeda bagi seorang laki-laki.
Awalnya mungkin kita akan beranggapan bahwa film ini hanya setting-nya saja yang western, hingga twist bernuansa thriller dimasukan secara smooth, penonton bahkan bisa saja melewatkannya, sebegitu cerdiknya ‘lah eksekusi film ini.
Balas dendam merupakan salah satu topik yang kerap muncul dalam kisah western drama, “The Power of the Dog” menyajikan eksekusi balas dendam yang baru dan berbeda dari tipikal western drama pada umumnya.
Penjelasan Ending “The Power of The Dog”
(Spoiler Alert!)
“The Power of The Dog” sebetulnya bukan film yang mind bending atau kompleks untuk dipahami. Alur ceritanya juga kronologis, kita hanya dituntut lebih untuk menyimak setiap adegan dan dialog yang disajikan. Pertama-tama, Phil adalah pecinta sesama gender, lebih spesifiknya pada Bronco Henry, sahabat masa mudanya yang telah meninggal.
Ada adegan dimana Phil menghabiskan waktu intim sendiri dengan kain yang dibordir inisial ‘BH’ (Bronco Henry). Namun, berusaha menyembunyikan jati dirinya, Phil tumbuh sebagai laki-laki yang toxic. Ia berusaha untuk melakukan berbagai hal yang Ia anggap maskulin agar semakin jauh dari jati diri aslinya. Ia merundung Peter, padahal memiliki ketertarikan dan merindukan koneksi yang pernah Ia rasakan pada Bronco Henry.
Menariknya, film ini tak lantas berubah menjadi “Brokeback Mountain” (2005), kejutan thriller dieksekusi dengan kecerdasan Peter yang awalnya terlihat lemah, memanfaatkan ketertarikan Phil untuk balas dendam yang mewujudkan tekadnya untuk membahagiakan ibunya.
Rencana balas dendam sudah dipersiapkan sejak Peter melakukan perburuan sendiri. Ia menemukan kerbau yang sudah mati dan membusuk, mengambilnya dengan prosedur yang aman sesuai dengan pengetahuannya sebagai siswa medis. Ketika Rose memberikan kulit sapi milik Phil pada orang Indian, Phil muntab dan kesal karena Ia membutuhkan kulit-kulit kering sebagai bahan tali untuk Peter.
Momen tersebut menjadi kesempatan bagi Peter untuk memberikan kulit kerbau beracun untuk digunakan Phil. Kemudian diperlihatkan ‘lah bagaimana Phil mencuci kulit kerbau tersebut dengan air tanpa sarung tangan, dengan lukanya yang masih menganga. Ketika Peter meninggal, disebutkan bahwa penyebabnya karena Anthrax, penyakit yang disebabkan oleh kontak pada bangkai hewan.
Hingga adegan terakhir, Peter masih memegang tali yang diberikan Phil padanya dengan sarung tangan. Kemudian Ia memberikan senyuman kecil ketika melihat ibunya bisa memulai hidup baru tanpa intimidasi dari Phil.
Makna dari judul “The Power of the Dog” sendiri adalah sifat natural anjing atau serigala yang memiliki jantan alpha. Awalnya kita pasti melihat Phil sebagai alpha dalam kisah ini, namun akhirnya, Peter-lah alpha sesungguhnya karena berhasil menaklukan Phil.
Disambungkan dengan topik toxic masculinity, pada akhirnya laki-laki tidak mesti berpatok pada satu stereotip. Mau maskulin maupun flamboyan, setiap lelaki memiliki caranya sendiri dalam menunjukan dominasi atau kekuatan.
Berikut ini bisa dilihat trailer resmi film The Power of the Dog dari Netflix.
Comments