top of page
  • Writer's picturemandostar

LEGENDA: Alan Shearer, Raja yang Setia Bermain di Klub Medioker


Mandostar - Bagi pesepak bola di mana pun mereka berada, bermain untuk klub besar menjadi salah satu impian yang harus terwujud. Sukses atau gagal tak menjadi soal utama karena status sebagai pemain dari klub raksasa sudah melekat dengan rasa bangga.


Hal-hal demikian memang sesuatu yang lumrah terjadi di dunia sepak bola, apalagi pada era saat ini, yang mana si kulit bundar makin mengedepankan uang dan gelar sebagai sesuatu yang wajib di kejar.


Akan tetapi, semua kemegahan di atas sepertinya tidak masuk dalam kamus Alan Shearer. Ya, legenda Inggris ini memang tidak pernah memperkuat klub raksasa selama hampir 20 tahun karier sepak bolanya.


Jalan karier Alan Shearer memang mengundang tanda tanya besar selama ini. Bayangkan, ia hanya memperkuat tiga klub yang bisa dikatakan “kelas dua” di sepak bola Inggris. Nama-nama seperti Southampton, Blackburn Rovers, dan Newcastle United tentu tidak ada apa-apanya dibanding Manchester United, Liverpool, Arsenal, atau sekarang Chelsea dan Manchester City.


Tapi lagi-lagi Shearer menegaskan dirinya tidak butuh itu semua untuk menjadi besar dan melegenda seantero Britania. Justru dia lah arti kebesaran itu sendiri.


Baik dan Buruk Bersama Southampton


Sebagai anak asli Newcastle, Shearer sepertinya tidak ingin mengawali semuanya dari “rumah”. Di usia yang belum genap 17 tahun dia memutuskan pindah ke Southampton karena terbuai dengan bujukan Jack Hixon yang menawarkan tantangan dan kesempatan bermain yang lebih baik untuknya.


Kedatangannya di usia 16 tahun pun membuat sang bomber harus rela memulai dari tingkat dasar, yakni tim reserve Southampton. Dia memang harus bekerja keras di sana, apalagi di saat yang hampir bersamaan di tim utama klub yang saat itu dilatih Chris Nicholl ada wonderkid lain yang sedang menggila, Matt Le Tissier.


Kendati demikian, Shearer muda tidak patah semangat. Ia terus berjuang bersama tim reserve Southampton hingga akhirnya sukses melakoni debut ketika berusia 17 tahun. Hebatnya lagi dalam debutnya itu ia langsung mencetak hat-trick saat membantu klubnya membekuk Arsenal 4-2.


Alan Shearer saat membela klub Southampton.

Catatan tersebut sekaligus menjadikan dirinya sebagai pemain termuda dalam sejarah First Division Liga Inggris (setara Premier League saat ini). Tapi tinta emas yang ia torehkan justru membuatnya harus kembali ke tim cadangan. Shearer baru benar-benar menjadi bagian utama Southampton dua musim setelahnya.


Di balik upayanya untuk menembus tim utama Southampton, ada kisah miris yang mengiringi perjalanan kariernya di sana. Ia disebut-sebut sebagai salah satu korban tindakan asusila yang dilakukan pelatih akademi klub, Bob Higgins.


Shearer memang tidak pernah benar-benar mengakui hal itu. Tapi rekannya di tim ketika itu yang berinisal K mengungkapkan perlakuan keji sang pelatih kepada setidaknya 20 pemain akademi.

“Ada sekelompok pemain yang menghabiskan banyak waktu di rumah Bob Higgins. Shearer adalah salah satu dari mereka yang melakukan banyak kontak dengannya. Ketika itu saya masih sangat muda dan kerap melihat Higgins sangat akrab dengan beberapa pemain,” katanya seperti dilansir Guardian.


“Setelah itu saya mulai diundang ke latihan bersamanya. Semua berjalan normal di lapangan dan tempat kebugaran, tapi ketika dia membawa saya ke dalam mobilnya ia mulai melakukan tindakan menjijikan itu. Dan saya rasa pemain lain seperti saya juga mendapat perlakuan yang sama,” sambung pria berinisial K tersebut.


Kendati kasus tersebut sempat mengguncang publik Inggris, Shearer sepertinya sama sekali tidak terpengaruh sampai akhirnya ia menandatangani kontrak profesional bersama Southampton pada 1990 silam.

Dua Kali Tolak Manchester United Demi Blackburn dan Newcastle

Mencetak 13 gol dari 21 penampilan di musim terakhirnya bersama Southampton membuat pria yang kini menjadi pundit di BBC itu laris manis di bursa transfer musim panas 1992. Manchester United bersama dinasti Sir Alex Ferguson-nya sudah mempersiapkan tawaran menggiurkan untuk sang bintang.


Tapi prediksi banyak pihak dipatahkan oleh dia sendiri yang akhirnya memilih Blackburn Rovers sebagai loncatan karier. Langkah berani ini terbukti benar karena di musim pertamanya di Ewood Park ia sukses menyarangkan 16 gol dari 21 penampilan.


Pergantian format kompetisi musim 1994-1995 membawa berkah untuk sang bintang. Ia sukses membawa Blackburn Rovers juara Premier League edisi perdana. Tidak cukup sampai di situ saja, dirinya juga berhasil menyabet gelar top skor dan terpilih sebagai pemain terbaik kompetisi saat itu.


Alan Shearer dengan duet sehatinya Chris Sutton saat membawa Blackburn Rovers menjuarai Premier League.

Gelar Premier League edisi pertama menjadi awal perkenalan sempurna Shearer pada dunia. Selepas musim 1994-1995 namanya praktis tak pernah keluar dari tiga besar top skor. Bahkan saat pertama kali membela Inggris di turnamen resmi pun ia langsung tancap gas.


Bermain di negeri sendiri pada ajang Euro 1996 Shearer menancapkan namanya di singgasana pencetak gol terbanyak dengan torehan lima gol. Kesuksesan bersama Blackburn Rovers dan The Three Lions akhirnya membuatnya mulai memikirkan pulang ke “rumah”.


Ya, sejak pindah ke Southampton 1987 silam ia sepertinya hanya berpikir bagaimana caranya bisa pulang ke Newcastle dengan membawa kisah heroik. Tapi seperti saat akan hengkang ke Blackburn, ia kembali digoda untuk singgah ke Manchester United pada 1996.

Dan kembali, salah satu pemain terbaik Inggris sepanjang masa itu membuat Alex Ferguson gigit jari. “Saya sudah melakukan segalanya dan Shearer dan saya pikir dia akan datang karena waktu itu posisi kami sangat menguntungkan,” katanya seperti dilansir Mirror.


“Tidak lama kemudian pemilik Blackburn berkata pada saya bahwa dia tidak ingin ke Old Trafford dan lebih memilih pulang ke Newcastle. Kegagalan itu jadi salah satu penyesalan terbesar saya selama melatih United,” imbuh Fergie.


Berjudi untuk kedua kalinya ternyata membuat pria yang sempat dijuluki Boring Shearer itu lagi-lagi membuktikan bahwa hanya dia yang tahu apa yang terbaik untuk kariernya. Tapi bukan berarti dirinya tidak pernah tergoda untuk bisa berseragam Setan Merah.


“Tentu saja saya tergoda untuk bergabung bersama United, tapi sampai sekarang saya tidak pernah menyesali keputusan yang sudah saya ambil dalam sepak bola. Saya bisa menyelesaikan impian masa kecil saya untuk bermain dan mengakhiri karier di klub asal saya, Newcastle,” ujarnya kepada Sky Sports.


Kepulangannya ke St James Park membuat seisi kota bersemangat. Harapan akan bersaingnya The Magpies ke papan atas pun memuncak tiap musimnya.


Tanpa Gelar di Newcastle United, Shearer Makin Disayang


Harapan publik St James Park melihat pemain pujaannya membawa Newcastle juara tidak pernah menjadi kenyataan. Mereka justru dua kali diberi harapan palsu oleh sang striker saat kalah dua kali di final Piala FA. Kendati mampu membawa klub sempat mentas di Liga Champions, kariernya di klub kampung halaman bisa dibilang kurang sempurna.


Kendati begitu, nihil gelar nyatanya tidak membuat kadar sayang fan luntur pada Shearer. Yang ada, mereka justru makin mengelu-elukan nama pemain yang akrab dengan nomor sembilan itu.


Penyebabnya tentu saja gelontoran gol yang tak pernah henti ia ciptakan. Ya, sampai memutuskan gantung sepatu akhir musim 2005-2006 lalu ia sukses mengoleksi 206 gol dari 405 penampilan bersama Newcastle. Catatan itu makin lengkang dengan keberhasilannya menjadi top skorer Premier League selama tiga musim (1996-1997, 2003-2004, 2004-2005) bersama The Magpies.


Kecintaan fan dan pihak klub pada pemain yang saat ini berusia 48 tahun itu pun dibadaikan lewat patung yang dibuat oleh pemilik klub saat itu, Freddy Shepherd, di depan Stadion St James Park pada 2016 lalu.


Kerendahan hati dan kewibawaan Shearer terpancar jelas dari patung yang menghabiskan dana sebesar 250 ribu pounds tersebut. Ya, patung itu menggambarkan bagaimana selebrasi khas sang striker yang selalu mengangkat satu tangannya ke atas saat mencetak gol.


“Saya bangga bisa berdiri di sini dengan patung ini. Ketika saya menuruni jalan ini akan membuat saya orang paling bangga sedunia. Patung ini ada di sini karena saya sangat menikmati sepak bola,” katanya kepada Goal.


Kebintangan dan kebesaran pemain memang tidak bisa diukur hanya dengan raihan gelar saja. Alan Shearer adalah satu dari sekian banyak pemain yang besar dengan caranya sendiri.


Bagi penggemar Southampton, Blackburn Rovers, Newcastle United, atau bahkan fan Inggris sekali pun mereka tidak perlu melihat mantan pencetak gol terbanyak Premier League sepanjag masa itu mengangkat gelar dan bermain di klub besar untuk mengakui bahwa ia benar-benar raja sesungguhnya.


Berikut video pendek youtube profil Alan Shearer seperti dilansir oleh Footbal5star.


31 views0 comments

Comments


Post: Blog2 Post
bottom of page