Mandostar - Raul Gonzalez sudah terlanjur identik dengan Real Madrid. Torehan 325 gol untuk klub ibu kota membuatnya masuk ke dalam jajaran pemain legendaris klub sepanjang masa. Belum lagi deretan gelar yang turut ia bantu menangkan selama mengabdi untuk tim kota kelahirannya.
Berkat Real Madrid namanya melejit di kancah persepakbolaan Spanyol, hingga pada akhirnya di Eropa. Saat berseragam Los Merengues pulalah dirinya pertama kami mendapatkan kesempatan dipanggil tim nasional. Termasuk ketika menahbiskan diri sebagai pemain tersubur dalam ajang Liga Champions, semuanya ia raih saat berseragam Madrid.
Namun, belum banyak yang tahu bahwa sebenarnya Raul merupakan produk asli akademi klub kubu seberang, Atletico Madrid. Sebelum namanya melejit bersama Si Putih, ia terlebih dahulu menempa pendidikan di tim muda Rojiblancos.
Kena “PHK” di Dua Akademi
Lahir dengan nama Raul Gonzalez Blanco, talentanya ditemukan ketika sedang asyik bermain bersama klub local, San Cristobal. Dari situlah kemudian para pemandu bakat Atletico Madrid membawanya ke akademi Rojiblancos pada awal 1990. Akan tetapi, tak lama berselang, tim muda Atletico ditutup atas perintah presiden klub, Jesus Gil , ayah dari presiden klub yang sekarang, Miguel Angel Gil Marin.
Keputusan kontroversial tersebut diambil lantaran Jesus Gil menganggap keberadaan tim muda hanya merusak neraca klub. Baginya, untuk apa mempertahankan pembinaan pemain muda di tengah krisis keuangan yang mencekik. Ia melihat akademi bukan sesuatu yang pantas untuk diperjuangkan.
Raul pun harus melakukan bedol desa dan pada saat itulah kubu Real Madrid langsung merekrutnya. Mengawali karier untuk Real Madrid C, lagi-lagi ia harus merasakan pahitnya penutupan tempat kerja. Manajemen klub memutuskan untuk menghapus Real Madrid C.
Padahal, saat itu ia sudah tampil cukup baik dengan mengemas 16 gol hanya dari tujuh laga.
Beruntung, ia langsung dipromosikan ke tim utama oleh pelatih Jorge Valdano. Kehadirannya langsung membuat pemain sekelas Emilio Butragueno terancam. Benar saja, semusim setelah Raul naik kelas, Butragueno didepak dan merapat ke klub Meksiko, Celaya.
Frustrasi di Dua Musim Awal
Siapa sangka jika perjalanan Raul di Real Madrid tidak mudah begitu saja didapat. Dirinya sempat tidak menjadi pilihan utama selama dua tahun pertama kedatangannya dari Atletico. Saat itu, Los Blancos lebih mengandalkan Emilio Butragueno dan Ivan Zamorano di lini depan.
Frustrasi tidak kunjung dimainkan, Raul sempat berniat untuk kembali ke klub lamanya. Namun, pelatih Madrid saat itu, Jorge Valdano, sekuat tenaga meyakinkan anak muda berusia 17 tahun untuk bersabar. Ia berjanji akan memberikan kesempatan jika waktunya tepat.
Selain itu, rencana Raul untuk kembali ke Atletico tampaknya bukan pilihan bijak. Pasalnya, Presiden Atletico Madrid saat itu, Jesus Gil, sudah terlanjur mengeluarkan pernyataan pedas. Ia mengaku tidak pernah menyukai Raul sejak awal keberadaannya di akademi.
Hingga pada akhirnya kesempatan itu datang juga, tepatnya pada Oktober 1997. Valdano memutuskan untuk menurunkannya penuh ketika menghadapi Real Zaragoza. Meski harus diwarnai kekalahan dan tak mencetak gol pada debutnya, tanda-tanda kebesaran Raul di pertandingan itu sudah mulai terlihat.
Benar saja, sepekan berselang, ia mencatatkan gol perdana untuk Madrid dengan menjebol gawang mantan klubnya, Atletico Madrid. Raul tampil gemilang dengan menyumbang dua assist untuk pemain lain pada kemenangan 4-2 tersebut.
Sebuah cara sempurna untuk membalas dendam kepada orang-orang yang dahulu pernah menyepelekannya. Target utamanya siapa lagi kalau bukan Jesus Gil yang terang-terangan menyebut Raul dkk tak punya masa depan di akademi. Sejak saat itu, hubungan keduanya dikabarkan tidak pernah terjalin baik.
Di balik kedatangan para 'Galacticos'
Raul pernah “selamat” dari invasi pemain bintang ke Real Madrid saat era Galacticos I bentukan Florentino Perez, pada awal millennium. Selama 15 tahun berseragam Real Madrid, Raul sudah merasakan bermain setim dengan banyak bintang dunia. Sebut saja Ivan Zamorano, Michael Laudrup, Fernando Hierro, Roberto Carlos, Ronaldo, Iker Casillas, Luis Figo, Zinedine Zidane, Michael Owen, Ruud Van Nilsterooy Hingga David Beckham.
Pada periode itu, ia tetap menjadi pilihan utama dan kapten tim meski harus beberapa kali pindah posisi. Selain penyerang depan, banyak yang tak ingat bahwa Raul juga kerap beroperasi di sisi sayap. Ia bisa tetap produktif meski di depannya ada dua penyerang utama.
Rombongan kedatangan pemain bintang jilid 2 hingga Cristiano Ronaldo, Kaka, Karim Benzema, Higuain dan Xabi Alonso datang pada 2009. Perlahan tapi pasti, namanya mulai terpinggirkan seiring cedera yang dialami dan bertambahnya usia yang mau tak mau berimbas pada performa.
Hingga pada akhirnya, petualangan manis selama belasan tahun harus berakhir saat kontraknya habis pada 2010. Sang Raja pun harus pamit untuk merapat ke Schalke 04. Raul pergi meninggalkan warisan 325 gol yang sempat menjadikannya top skorer klub sepanjang masa.
Penghujung Karir
Schalke 04 di Bundesliga Jerman kemudian menjadi perhentiannya. Datang pada usianya yang ke-33 tak membuat kehebatannya pudar. Ia masih sanggup mencetak 28 gol dari total 66 penampilan bersama Schalke. Yang paling tak terlupakan oleh para suporter Schalke adalah kontribusinya dalam membawa klub Jerman tersebut ke semifinal Liga Champions 2011. Selain itu, Raul dan kawan-kawan juga sukses menjuarai Piala Jerman (DFB Pokal) pada musim yang sama.
Kepergian Raul dari klub tersebut pada tahun 2012 sempat membuat Schalke mengabadikan nomor 7 mereka untuk mengenang jasa-jasa pemain berjulukan ‘El Ferrari’ tersebut. Di penghujung kariernya, Raul sempat membagi pengalamannya di Liga Qatar bersama Al Sadd dan klub NASL, New York Cosmos. El Ferrari akhirnya resmi gantung sepatu pada tahun 2015 dalam usia 38 tahun.
Nasib Sial di Timnas Spanyol
Di tim nasional, Raul juga merupakan legenda. Ia adalah pencetak gol terbanyak bagi tim nasional Spanyol sebelum rekornya dilampaui David Villa pada bulan Maret 2011. Sayang, meski tampil di tiga edisi Piala Dunia, yaitu pada tahun 1998, 2002 dan 2006, Raul tak mampu membawa La Furia Roja berprestasi. Ironisnya, justru ketika ia mundur dari tim nasional, barulah Spanyol memasuki masa-masa kejayaan dengan memenangi dua gelar juara Piala Eropa (2008 dan 2012) dan Piala Dunia (2010).
Bersama timnas Spanyol, Raul tidak pernah beruntung. Setelah gagal di babak grup pada Piala Dunia 1998, Raul bersama timnas Spanyol dikalahkan tim juara Perancis pada Piala Eropa 2000, kalah kontroversial dari Korea Selatan di Piala Dunia 2002, gagal di babak grup Piala Eropa 2004, dan tumbang di perempat final Piala Dunia 2006 dari finalis Perancis.
6 September 2006 adalah kesempatan terakhir Raul bermain membela timnas Spanyol di lapangan hijau. Kala itu Spanyol kalah dari Irlandia Utara 2-3 di Belfast.
Hasil buruk di Piala Dunia 2006 dan permainan di Irlandia Utara itulah yang kemudian mengakhiri karier internasional Raul.
Karena selanjutnya Aragones lebih memercayakan lini depan La Furia Roja kepada David Villa dan Fernando Torres--dua bintang muda yang sedang bersinar kala itu.
Suatu kebetulan pula generasi emas sepak bola Spanyol telah matang. Pada ajang Piala Eropa 2008, Spanyol menjadi juara setelah gol semata wayang Torres ke gawang Jerman yang dikawal Jens Lehmann.
Rakyat Spanyol bersuka cita karena haus gelar juara selama 44 tahun. Namun, Raul? Dia mengaku senang tetapi di sisi lain merasa cemburu.
Kala itu usianya masih 31 tahun. Ia bisa saja berada di lapangan ikut mengangkat trofi bagi negaranya.
Keberhasilan tersebut berdampak negatif bagi Raul. La Furia Roja dinilai tak lagi membutuhkan Raul. Sementara itu taktik Spanyol, termasuk taktik penggunaan false nine dinilai lebih ampuh.
Karier internasional Raul berhenti di angka 102 penampilan dan 44 gol bersama timnas Spanyol. Raul dilupakan dari Spanyol, apalagi setelah Spanyol bisa memenangkan Piala Dunia 2010.
Selain jiwa kepemimpinannya dan kemampuan mencetak golnya yang melegenda, ada satu hal lain yang patut diteladani dari seorang Raul. Ia sama sekali tak pernah menerima kartu merah sepanjang karier profesionalnya, baik di klub maupun tim nasional.
Comments