Mandostar - Dalam sejarah, Argentina tak pernah bosan melahirkan sederet nama striker haus gol. Mulai dari Diego Maradona hingga Lionel Messi. Namun, nama Gabriel Batistuta layak disandingkan dengan para pemain legendaris asal Tim Tango.
Gabriel Batistuta mengawali karier profesionalnya bersama Newell’s Old Boys pada 1988. Pelatihnya saat itu, Marcelo Bielsa, memiliki andil besar bagi perkembangan dia. “Dia mengajari saya bagaimana berlatih ketika turun hujan. Dia mengajari saya segala hal,” ungkapnya.
Gabriel Batistuta melanjutkan kariernya bersama River Plate (1989-1990) dan Boca Junior (1990-1991). Setelah itu, dia berlabuh di Italia setelah menerima tawaran untuk memperkuat Fiorentina.
Sang Malaikat Bersenapan
“Bagi warga kota Firenze (Florenze), Gabriel Omar Batistuta bukanlah manusia. Dia adalah dewa. Dia dewa kami,” tutur seorang suporter fanatik Fiorentina.
Batistuta memang menjadi idola La Viola. Bersama klub Italia tersebut, dia menikmati puncak kariernya pada 1990-an. Striker yang berjuluk “El Angel Gabriel” tersebut menjadi tulang pungung La Viola di sektor depan.
Selama berkostum Fiorentina (1991-2000), Batistuta mengemas 203 gol dari 331 pertandingan di berbagai ajang. Dia turut berjasa membantu La Viola menjuarai Serie B (1993-94), Coppa Italia (1995-96) dan Piala Super Italia (1996).
Sebagai bukti rasa cinta kepada Batistuta, masyarakat Firenze mendirikan patung Batistuta di area Stadion Artemio Franchi.
Patung tersebut dibuat tidak lama setelah dia mempersembahkan trofi Coppa Italia bagi La Viola. Pada partai final, pemain yang kerap disapa Batigol itu mencetak dua gol dan Fiorentina menang 3-0 atas Atalanta.
Ketika membela Fiorentina, Batistuta mempopulerkan selebrasi gol senapan sambil menghadap suporter. Aksi tersebut cukup ikonik dan kerap ditunjukkannya sepanjang karier.
Performa impresif bersama Fiorentina membuka jalan bagi Batistuta untuk menjadi langganan timnas Argentina. Sepanjang karier internasional, dia mengoleksi 54 gol dari 77 laga.
Bahkan, Batistuta sempat menjadi pencetak gol terbanyak sepanjang sejarah La Albiceleste sebelum dipatahkan oleh Lionel Messi pada Juli 2017. Dia turut berjasa membantu Tim Tango merengkuh trofi Copa America (1991 & 1993) dan Piala Konfederasi (1992).
Pengabdian Batistuta kepada publik Firenze berakhir pada tahun kesembilan. Dia mengambil keputusan mengejutkan setelah menerima tawaran bergabung dengan AS Roma pada bursa transfer musim panas 2000.
Meski telah berkostum I Giallorossi, kecintaan Batistuta kepada Fiorentina tak pudar. Itu terbukti ketika dia menjadi pahlawan kemenangan klub ibu kota Italia atas La Viola di Stadion Olimpico pada 26 November 2000.
Batistuta mencetak gol semata wayang yang memenangkan I Giallorossi atas La Viola. Tak ada selebrasi, yang ada hanya permohonan maaf dan air mata yang jatuh ke pipi Batigol.
Pada musim 2000-01, Batistuta membawa Roma mengakhiri penantian juara Serie A selama 18 tahun lamanya. Dia menjadi top skor I Giallorossi dengan 20 gol.
Kariernya meredup setelah mengalami cedera pergelangan kaki serius yang akhirnya tak bisa dipulihkan seperti sedia kala. Dia sempat dipinjamkan ke Inter Milan (2003) sebelum hijrah ke klub Qatar, Al-Arabi. Dia memutuskan untuk gantung sepatu pada 2005.
Cinta Semu
Siapa sangka, di balik kariernya yang cukup impresif, Gabriel Batistuta rupanya tidak menyukai sepak bola. Dia pernah menyatakan hanya menganggap sepak bola sebagai pekerjaan.
Ketika masih remaja, Batistuta memang tidak menggemari sepak bola. Postur tubuhnya yang cukup tinggi membuat dia lebih sering bermain bola basket dan olahraga lainnya.
Batistuta baru serius menggeluti sepak bola setelah Argentina menjuarai Piala Dunia 1978. “Saya tidak menyukai sepak bola. Saya melihat itu hanya sebagai sebuah pekerjaan,” ungkapnya, seperti dikutip dari 90min.
Cedera pergelangan kaki menjadi alasan karier Batistuta sebagai pebola profesional berakhir pada usia 36 tahun. Mirisnya, rasa sakit tersebut terus menghantuinya.
Batistuta pernah mengklaim dirinya frustrasi akibat rasa sakit tersebut dan meminta dokter mengamputasi kakinya. Bahkan, dia mengaku sempat kesulitan untuk berjalan.
“Saya berpikir untuk membiarkan kaki ini diamputasi. Suatu hari, saya pergi ke sebuah klinik dan mengatakan kepada dokter bahwa saya tidak bisa lagi menahan rasa sakit. Saya bertanya kepada mereka apakah amputasi bisa dilakukan,” bebernya, seperti dilansir Marca.
Sejak pensiun, aktivitas Batistuta jarang berkaitan dengan sepak bola. Dia memilih untuk menghabiskan waktu bersama keluarga dan para koleganya.
Kendati demikian, bukan berarti dirinya meninggalkan olahraga sepenuhnya. Batistuta tercatat sempat menggeluti olahraga polo dan golf. Dia juga pernah menghadiri beberapa laga amal dan menjadi komentator di stasiun televisi.
Cuplikan klip video youtube profil Gabriel Batistuta bisa dilihat di bawah ini.
Opmerkingen