Mandostar - Berbicara soal Jepang, satu nama yang akan langsung muncul dalam pikiran kita adalah Hidetoshi Nakata. Maklum saja, ia adalah legenda terbesar yang dimiliki Negeri Matahari Terbit.
Seperti mayoritas orang Jepang lainnya, Hidetoshi Nakata adalah seorang yang ulet, pekerja keras, dan tak pernah berhenti bermimpi mengejar apa yang dia cita-citakan. Ini pula yang dia buktikan selama berkarier dalam dunia sepak bola.
Nakata bahkan sudah mencuri perhatian ketika usianya baru menginjak 17 tahun. Seperti halnya kemunculan pemain Asia lain, sang gelandang memperkenalkan diri lewat jersey tim nasional.
Nakata yang masih berusia 18 tahun sudah dipanggil timnas Jepang dalam perjuangan mereka menembus putaran final Piala Dunia 1998. Sepanjang babak kualifikasi zona Asia, ia adalah pembeda.
Ia melakoni 11 pertandingan kualifikasi dan mencetak lima gol. Dan tentu saja, satu gol yang takkan ia lupakan ketika Jepang mengalahkan Iran 3-2 di babak playoff. Gol krusialnya itu sekaligus menjadi penentu langkah Jepang ke Piala Dunia 1998 di Prancis.
Bagi pemain yang mengawali karier di Bellmare Hiratsuka, sukses awal bersama tim nasional menjadikan dia sebagai pesepakbola Asia yang paling menjanjikan dalam generasinya. Maklum saja, sebelum kemunculannya, tidak ada yang bisa dibanggakan dari pemain Jepang atau timnasnya.
Bahkan These Football Times menyebut jika tanpa mantan pemain Perugia itu, sepak bola Negeri Matahri Terbit tak akan pernah mencapai level seperti sekarang.
Pemain Jepang Pertama yang Raih Scudetto
Penampilan Jepang di Prancis memang tidak istimewa. Mereka langsung tersingkir dari fase grup. Tapi, apa yang ditunjukkan Nakata melebihi apa yang dilakukan negaranya. Lewat permainan individunya saja, orang-orang sudah tahu bahwa dirinya adalah bintang besar.
Setelah Piala Dunia 1998 berakhir, Hidetoshi Nakata langsung menjadi buruan tim-tim Eropa. Klub Serie A, Perugia, jadi yang paling beruntung mendapatkan jasanya. Memang, Nakata bukan pemain pertama Jepang yang berkarier di Eropa. Tapi para pendahulunya tak ada yang mampu menyamai rekor yang dibuatnya.
Melakoni musim perdana di Serie A, pemain kelahiran Kofu langsung menancapkan 10 gol. Catatan tersebut juga menjadikan dirinya sebagai pemain terbaik Asia dua tahun beruntun.
Nama Nakata terus merangsek ke puncak kejayaan. Bahkan klub sebesar AS Roma tak mau buang-buang waktu untuk membawanya ke ibu kota. Roma yang sedang berjuang meraih scudetto langsung menawari kontrak menggiurkan sebesar 21 juta euro.
Alhasil, kepindahannya ke AS Roma 2000 silam membuat dia sebagai pemain termahal Jepang saat itu. Banyak yang menganggap transfer ini dilakukan Il Lupi hanya untuk mencari keuntungan komersial saja. Maklum, nama Nakata tidak hanya sohor sebagai pemain. Dia juga punya daya tarik luar biasa di luar lapangan, terlebih dirinya berasal dari Asia.
Akan tetapi, anggapan tersebut seketika dipatahkan sang pemain. ia justru membuat sisi komersial dan permainan di lapangan sama-sama membanggakan. Nyali Nakata tidak menciut saat bersanding dengan pemain sekaliber Francesco Totti atau Gabriel Batistuta.
Kendati pelatih Fabio Capello kerap merotasinya, peran vital legenda Jepang itu tidak bisa dipandang sebelah mata. Ada satu momen yang akan selalui diingat fan AS Roma terhadap Nakata.
Dalam lanjutan Serie A pekan ke-29 musim 2000-2001, AS Roma yang tandang ke Juventus tertinggal 0-2 pada interval pertama lewat gol Alessandro Del Piero dan Zinedine Zidane. Jika hasil ini bertahan sampai akhir laga, posisi mereka di puncak klasemen bisa terancam oleh Juventus.
Namun, pada babak kedua Fabio Capello membuat keputusan berani. Ia menarik keluar Francesco Totti dan menggantikannya dengan Hidetoshi Nakata. Hasilnya pun fantastis. Pemain asal Jepang ini mampu memperkecil ketinggalan pada menit ke-79 lewat tendangan jarak jauhnya. Setelah itu, ia mengirim umpan untuk gol penyama yang dilesakkan Vincenzo Montella pada masa injury time.
Dan pada akhirnya, AS Roma merengkuh scudetto ketiganya sepanjang sejarah usai menang 3-1 atas Parma di pekan terakhir. Nakata yang juga bermain di Olimpico ketika itu pun menjadi pemain Jepang pertama dan satu-satunya hingga sekarang yang merengkuh scudetto.
Scudetto bukan satu-satunya sejarah yang dicetak pemain yang mengakhiri karier di Fiorentina itu. Setahun berselang, ia sukses membawa klub barunya, Parma, menjuara Coppa Italia, juga untuk ketiga kalinya.
Lawan Tangguh David Bekcham di Dunia Fashion
Rasa puas sepertinya menjadi masalah tersendiri dalam karier Hidetoshi Nakata. Ketika namanya mulai melambung, secara perlahan gairahnya dalam bermain bola mulai berkurang. Jelang Piala Dunia 2006 bergulir, ia menyatakan bahwa ajang di Jerman itu akan menjadi panggung internasional terakhirnya.
Ia disebut-sebut sudah tidak tertarik lagi dengan dunia yang telah membesarkan namanya itu. Nakata yang ketika itu baru berusia 29 tahun tidak ingin bermain lagi karena merasa dirinya tidak bisa membuat pengaruh dalam pertandingan seperti dulu.
Puncak kekecewaan sang gelandang terjadi jelang laga melawan Brasil di laga terakhir Grup F. Ia mogok latihan dan meninggalkan stadion Signal Iduna Park ketika rekan setim yang lain melakukan persiapan terakhir.
Dan benar saja, turunnya semangat juang Nakata berdampak langsung pada performa Samurai Biru. Mereka tersingkir sebagai penghuni dasar klasemen Grup F Piala Dunia 2006.
Apa yang ditunjukkan bersama timnas ternyata dibawa sang legenda ketika kembali ke klubnya, Fiorentina. Sebulan menjelang Serie A musim 2006-2007 berlangsung, Nakata menyatakan pensiun dari sepak bola.
Bisa dibilang, pria yang kini berusia 43 tahun benar-benar melupakan sepak bola setelah pensiun. Ya, dia langsung banting stir menjadi model kenamaan. Memiliki wajah yang rupawan dan tubuh atletis, tidak sulit untuknya menekuni dunia baru tersebut.
Beberapa brand terkemuka kerap menjadikan Nakata sebagai bintang utamanya, salah satunya adalah Calvin Klein. Langkah pemilik 77 caps bersama timnas Jepang ini membuat namanya kini disandingkan dengan David Beckham.
Banyak pengamat fashion menyebut bahwa popularitas Hidetoshi Nakata di dunia modelling hanya kalah dari legenda timnas Inggris tersebut. Anggapan itu tentu tidak berlebihan mengingat keduanya kini sama-sama menekuni dunia fashion usai gantung sepatu dari dunia si kulit bundar.
Hanya Mengidolai Tsubasa Ozora
Sebelum era Hidetoshi Nakata, hampir tidak ada pemain Jepang yang benar-benar mencuri perhatian dunia. Maklum saja, sepak bola Jepang ketika itu masih sangat tertinggal dari negara-negara lain di Asia.
Bahkan kompetisi Liga Jepang saat ini, J-League, baru digulirkan pada tahun 1996 silam, atau enam tahun sebelum Negeri Matahari Terbit menjadi tuan rumah Piala Dunia. Faktor ini pula yang membuat Nakata tak punya sosok yang diidolai.
Sang legenda justru menemukan sosok idola dalam diri bintang sepak bola virtual, Tsubasa Ozora. Seperti diketahui, komik dan film Kapten Tsubasa sangat melegenda di dunia. Tidak sedikit pula bintang sepak bola dunia yang mengidolai sosok Tsubasa.
“Di Jepang, 20 atau 30 tahun yang lalu tidaklah besar dan sepak bola di sana baru saja dimulai. Jadi saya tidak punya idola atau klub impian. Tapi ada kartu Kapten Tsubasa dan ketika saya membacanya saya sangat menyukai sepak bola,” kata Nakata kepada FIFA.
“Padahal saat itu saya sedang berpikir apakah bermain bisbol atau sepak bola. Dan akhirnya setelah membaca Kapten Tsubasa, saya memilih sepak bola,” ia menambahkan.
Perjalanan karier Hidetoshi Nakata memang tak semulus legenda lainnya. Tak panjang pula kiprahnya di sepak bola. Namun, ia telah membuka mata dunia bahwa bukan cuma Eropa dan Amerika Latin yang bisa melahirkan talenta luar biasa.
Setelah Nakata mengebrak Eropa, hampir setiap tahunnya pesepak bola asal Jepang datang mengadu nasib di Benua Biru. Dan mayoritas dari mereka pun sukses mengikuti jejak karier sang legenda.
Berikut bisa disaksikan video youtube singkat dari profil Hidetoshi Nakata seperti dilansir Cerita Bola.
Comments